KH. Drs. Muhammad Husni Thamrin bin H. Syahdan Ardani adalah seorang ulama dan pendidik terkemuka di Samarinda, Kalimantan Timur. Beliau dikenal luas sebagai pendiri dan pengasuh Majelis Ta'lim Darul Fata, sebuah lembaga dakwah dan pendidikan Islam yang berdiri sejak tahun 1991 di Jalan Kemuning No. 15, RT 19, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu.
KH. Drs.
Muhammad Husni Thamrin lahir pada tahun 1955 dari pasangan yang saleh dan
dihormati di masyarakat, yaitu Ayahnya bernama H. Syahdan Ardani Matsih dan Ibu
nya bernama Hj. Salbiyah, Dari pernikahan ini, beliau memiliki beberapa saudara
kandung yang tumbuh bersama dalam keluarga penuh kehangatan dan nilai-nilai
keagamaan, yaitu, Hj.Asmah, H. Ideham, Helmi, Hj. Aluh Amami, H. Mas Ud Sardani,
Hj. Ermawati, Hj. Maulidah. Selain saudara kandung dari ibu beliau (Hj.Salbiah)
KH. Husni Thamrin juga memiliki keluarga besar dari pihak ibu, (Hj.Rusinah),
dengan saudara-saudara se ayah tujuh orang seperti, Ida Eliana, HM. IRDA
SYAHDIANI, IDRIANTO Hs, Nunung Rusliana, Taufikkurrahman, Darmatasiah, Nur
Haidaniah. Keluarga besar inilah yang turut memberikan dukungan moral dan
spiritual sepanjang perjalanan hidup dan perjuangan beliau sebagai ulama dan
pendidik di Samarinda.
🕌 Kiprah dan Warisan
KH. Husni Thamrin aktif dalam kegiatan dakwah
dan pendidikan Islam di Samarinda.
Melalui Majelis Ta'lim Darul Fata, beliau menyelenggarakan berbagai
kegiatan keagamaan, termasuk pengajian rutin dan pendidikan Islam bagi masyarakat
setempat. Majelis ini menjadi pusat
pembelajaran dan pengembangan spiritual bagi komunitas Muslim di wilayah
tersebut. Setelah wafatnya, jasa dan dedikasi beliau terus dikenang oleh
masyarakat. Haul akbar untuk mengenang
KH. Husni Thamrin diadakan secara rutin dan dihadiri oleh berbagai tokoh ulama,
termasuk Ustaz Prof. H. Abdul Somad Batubara
.
📚 Pendidikan dan Pengaruh
Selain sebagai pendakwah, KH. Husni Thamrin juga dikenal sebagai seorang pendidik yang berdedikasi. Beliau berperan dalam membina generasi muda melalui pendidikan agama dan moral, serta aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Pengaruhnya dalam membentuk karakter dan keimanan masyarakat Samarinda tetap dirasakan hingga kini.
Benar, KH. Drs. Muhammad Husni Thamrin bukan
hanya dikenal di kalangan masyarakat umum Samarinda, tetapi juga sangat
dihormati dan akrab di kalangan ulama, habaib, tokoh agama, hingga pejabat
daerah dan nasional. Beliau dikenal memiliki pribadi yang rendah hati,
bijaksana, dan penuh kasih sayang, sehingga banyak tokoh besar yang menjalin
hubungan erat dengannya. Kehadirannya dalam berbagai majelis ulama, forum
keagamaan, dan acara keumatan menjadikan namanya harum di berbagai lapisan
masyarakat, termasuk Para habaib dan kiai besar di Kalimantan dan Jawa, yang
kerap hadir atau diundang dalam haul atau majelis yang beliau adakan. Ulama
nasional seperti Ustaz Abdul Somad, yang beberapa kali menyebut dan menghadiri
haul beliau, menunjukkan kedekatan dan penghargaan terhadap KH. Husni Thamrin.
Pejabat daerah dan tokoh pemerintahan, yang hadir dalam acara haul dan kegiatan keagamaan sebagai bentuk penghormatan atas jasa beliau dalam membina umat dan menjaga ukhuwah Islamiyah. Kedekatan beliau dengan berbagai kalangan ini menjadi bukti bahwa KH. Drs. M. Husni Thamrin adalah sosok perekat umat, yang mampu menjembatani hubungan antara ulama, umara, dan masyarakat luas dengan penuh hikmah.
KH. Drs. Muhammad Husni Thamrin bin H. Syahdan Ardani bukan hanya dikenal sebagai ulama kharismatik dan pendiri Pondok Pesantren Darul Fata Samarinda, tetapi juga sebagai sosok dermawan sejati yang kehidupannya diwakafkan untuk umat. Di balik penampilannya yang sederhana dan rendah hati, beliau adalah pribadi yang sangat peduli terhadap nasib kaum dhuafa dan anak-anak yatim. Tidak sedikit orang yang kesulitan hidup, kemudian datang kepadanya, dan diberikan tempat tinggal, modal usaha, bahkan pekerjaan agar dapat hidup mandiri dan bermartabat.
Banyak kisah yang menunjukkan betapa besar kasih sayang beliau kepada sesama tak hanya memberi bantuan materi, tetapi juga membimbing dengan nasihat dan perhatian layaknya seorang ayah. Beliau tak segan mengulurkan tangan, bahkan sebelum orang lain meminta.
Prinsip hidup beliau sangat sederhana: “Kalau
bisa membuat orang lain bahagia, kenapa tidak?” Itulah yang menjadikan namanya
begitu harum di hati masyarakat—bukan karena jabatan atau titel, tapi karena
kebaikan dan ketulusannya.
Riwayat Pendidikan KH. Drs. M. Husni Thamrin
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di
Samarinda, KH. Drs. Muhammad Husni Thamrin melanjutkan pendidikannya ke salah
satu pesantren tertua dan paling berpengaruh di Kalimantan Selatan, yakni
Pondok Pesantren Darussalam Martapura, tepatnya di jenjang Madrasah Mualimin.
Di pesantren inilah beliau mulai menekuni
ilmu-ilmu agama secara mendalam, termasuk ilmu fikih, tauhid, tafsir, hadis,
dan bahasa Arab, di bawah bimbingan para ulama besar yang mengajar di
Darussalam. Martapura dikenal sebagai "Kota Santri", dan Pesantren
Darussalam menjadi pusat pendidikan Islam yang melahirkan banyak tokoh besar Kalimantan,
termasuk di antaranya KH. Husni Thamrin.
Lingkungan pesantren yang disiplin dan penuh
keberkahan membentuk karakter beliau menjadi pribadi yang berilmu, bersahaja,
dan berakhlak tinggi, serta memiliki semangat dakwah yang sangat kuat. Sepulang
dari Martapura, beliau tidak hanya membawa ilmu, tapi juga misi untuk mengabdi
kepada umat dan membina masyarakat melalui pendidikan dan dakwah.
Kedekatan dengan Ulama Besar Martapura
Selama menuntut ilmu di Pondok Pesantren Darussalam Martapura, KH. Drs. Muhammad Husni Thamrin tidak hanya dikenal sebagai santri yang cerdas dan tawadhu, tetapi juga memiliki hubungan yang sangat istimewa dengan para ulama besar Martapura. Salah satu momen yang sangat berkesan dalam perjalanan hidup beliau adalah saat diangkat menjadi anak oleh KH. Badaruddin Martapura, yang dikenal luas dengan sebutan Guru Ibad. Guru Ibad adalah seorang ulama sepuh dan sangat dihormati di Kalimantan Selatan, serta merupakan salah satu tokoh sentral dalam perkembangan keilmuan dan spiritualitas Islam di Martapura.
Kedekatan ini bukan sekadar hubungan
santri-guru, melainkan sudah seperti hubungan ayah dan anak. KH. Husni Thamrin
tumbuh di bawah asuhan spiritual Guru Ibad, menyerap ilmu, akhlak, dan cara
memimpin umat dengan kelembutan dan ketegasan.
Didikan langsung dari Guru Ibad inilah yang
kemudian membentuk jiwa keulamaan, keteladanan, dan kepemimpinan KH. Husni
Thamrin yang begitu terasa dalam kiprahnya di Samarinda. Banyak yang menyebut,
aura dan kelembutan beliau mencerminkan sosok ayah angkatnya yang mulia itu.
Masa Mondok Penuh Barokah
Selama menuntut ilmu di Pondok Pesantren
Darussalam Martapura, Husni muda—begitulah beliau akrab disapa saat
itu—mengalami banyak momen yang kelak membentuk jiwanya sebagai ulama besar.
Salah satu kisah penuh hikmah yang diriwayatkan dari masa itu adalah tentang
kebiasaan beliau satu kamar dengan KH. Syukur, sahabat seperjuangan sekaligus
sosok yang sangat istiqamah dalam ibadah.
Menurut cerita yang diwariskan oleh para
sahabat dekat, setiap malam KH. Syukur bangun untuk melaksanakan shalat
tahajjud dan berdoa dengan khusyuk, dan tak pernah lupa membangunkan Husni muda
untuk ikut mengaminkan doanya. Rutinitas ini berlangsung bukan sehari dua hari,
tetapi menjadi kebiasaan yang membekas sepanjang masa mondok mereka. Kebiasaan
itu menanamkan kedekatan spiritual dengan Allah di usia muda, membentuk
karakter KH. Husni Thamrin yang istiqamah dalam ibadah, rendah hati, serta
selalu mengandalkan kekuatan doa dalam setiap langkah hidup dan perjuangannya.
Momen-momen seperti itulah yang menjadi sumber keberkahan dan kekuatan batin
beliau dalam membina umat selama puluhan tahun kemudian.
Perintis Asrama Pelajar Kaltim di Martapura
Selain menekuni ilmu di Pondok Pesantren Darussalam Martapura, KH. Drs. M. Husni Thamrin juga dikenal sebagai sosok visioner yang peduli terhadap keberlangsungan pendidikan generasi muda Kalimantan Timur. Salah satu bukti nyata kepedulian beliau adalah peran pentingnya sebagai pendiri pertama Asrama Pelajar Kalimantan Timur di Martapura.
Pada masa itu, santri dan pelajar dari Kaltim yang menuntut ilmu di Martapura sering menghadapi kesulitan tempat tinggal dan pembinaan yang terarah. Melihat kebutuhan itu, beliau dengan penuh semangat dan inisiatif menggalang kebersamaan, membangun solidaritas sesama santri Kaltim, dan memulai pendirian asrama sebagai tempat tinggal, pembinaan, dan pemersatu pelajar dari tanah Borneo. Asrama ini kemudian menjadi rumah kedua bagi santri-santri Kaltim, tempat mereka saling menguatkan, belajar bersama, dan menjaga identitas daerah sambil tetap menyerap ilmu dari pusat-pusat keilmuan di Martapura. Langkah beliau ini dikenang sebagai tonggak awal peran strategis pelajar Kaltim di Martapura, yang hingga kini masih terus berlanjut dan berkembang.
Melanjutkan Pendidikan di Universitas Madinah
Setelah menyelesaikan pendidikan di Pondok
Pesantren Darussalam Martapura, KH. Drs. Muhammad Husni Thamrin kembali ke
Samarinda dengan semangat untuk terus menuntut ilmu dan mengembangkan diri. Di
sana, beliau mengikuti tes beasiswa ke Arab Saudi, sebuah kesempatan langka dan
prestisius pada zamannya. Dengan usaha dan doa yang kuat, beliau termasuk salah
satu yang lulus dan diterima untuk melanjutkan studi di Universitas Islam
Madinah (Islamic University of Madinah), sebuah institusi pendidikan tinggi
Islam ternama di dunia yang menjadi pusat studi ulama-ulama dari berbagai
negara.
Di Universitas Madinah, KH. Husni Thamrin
memperdalam ilmu-ilmu agama, terutama di bidang fiqih, tafsir, hadis, dan
bahasa Arab, serta memperluas wawasan keilmuan dan pengalaman dakwah
internasional. Masa studi di Madinah menjadi modal penting yang beliau bawa
pulang ke Indonesia untuk diterapkan dalam kegiatan dakwah dan pendidikan di
Samarinda.
Tantangan dan Kepulangan dari Madinah
Meskipun mendapat kesempatan berharga melanjutkan studi di Universitas Islam Madinah, perjalanan pendidikan KH. Drs. Muhammad Husni Thamrin tidak berjalan mulus sepenuhnya. Karena aturan beasiswa yang berlaku saat itu, mahasiswa penerima beasiswa tidak diperkenankan untuk berkeluarga selama masa studi.
Karena kondisi beliau yang sudah berkeluarga,
KH. Husni Thamrin menghadapi kendala besar dalam mempertahankan beasiswa
tersebut. Ditambah lagi dengan keterbatasan biaya pribadi, akhirnya beliau
hanya mampu menempuh pendidikan selama tiga tahun di Madinah. Meski begitu,
masa tiga tahun tersebut tetap menjadi waktu yang sangat berharga dan penuh
ilmu, pengalaman, serta pembinaan spiritual yang kuat. Setelah itu, beliau
kembali ke Indonesia dengan bekal ilmu dan semangat yang semakin mantap untuk
berkhidmat kepada umat di tanah air, khususnya di Samarinda.
Melanjutkan Pendidikan di IAIN Samarinda
Setelah kembali dari Madinah, KH. Drs.
Muhammad Husni Thamrin tidak berhenti menuntut ilmu. Beliau melanjutkan
pendidikannya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda, yang pada masa
itu masih bernama IAIN Sunan Ampel. Seiring perkembangan waktu, institusi ini
mengalami beberapa perubahan nama dan status, mulai dari IAIN Sunan Ampel,
kemudian berubah menjadi IAIN Antasari, lalu IAIN Samarinda, selanjutnya STAIN
(Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri), dan kini dikenal dengan nama UIN Sultan
Aji Muhammad Idris Samarinda (UINSI Samarinda).
Di perguruan tinggi ini, beliau memperdalam
berbagai ilmu keislaman dan pendidikan, sekaligus membekali diri dengan wawasan
akademis yang mendukung perannya sebagai pendidik dan ulama di Samarinda.
Pendidikan lanjutan ini semakin memperkuat dasar keilmuan dan kapasitas beliau
dalam membangun dakwah dan pendidikan Islam di Kalimantan Timur.
Gelar Akademik
Setelah menuntaskan pendidikannya di IAIN
Samarinda, KH. Drs. Muhammad Husni Thamrin berhasil meraih gelar Doktorandus
(Drs.), gelar akademik yang menandai pencapaian beliau di bidang ilmu agama dan
pendidikan Islam.
Gelar ini menjadi simbol pengakuan atas
dedikasi, kerja keras, serta ilmu yang telah beliau kuasai, sekaligus
memperkuat posisi beliau sebagai ulama dan pendidik yang berkompeten di
masyarakat Samarinda dan sekitarnya
0 Komentar