![]() |
Dapur Makan Bergizi Gratis Kalibata, (doc: bitvonline.com) |
ringkasmedia.net, Jakarta – Mitra dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, terpaksa menghentikan operasionalnya setelah mengalami kerugian nyaris Rp 1 miliar. Kerugian ini diduga disebabkan oleh penggelapan dana yang dilakukan oleh sebuah yayasan berinisial MBN.
Ira Mesra Destiawati, mitra pengelola dapur MBG seluas 500 meter persegi tersebut, mengungkapkan bahwa dirinya bekerja sama dengan Yayasan MBN dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kalibata sejak Februari hingga Maret 2025. Selama periode itu, dapurnya telah memproduksi sekitar 65.025 porsi makanan bergizi yang dibagi dalam dua tahap.
Namun, hingga kini Ira mengaku belum menerima pembayaran sepeser pun dari pihak yayasan, sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 975.375.000. Masalah ini telah ia laporkan ke kepolisian sebagai dugaan penggelapan dana.
“Kami sangat menyayangkan tindakan Yayasan MBN yang sama sekali tidak membayar hak mitra kami, Ibu Ira,” kata kuasa hukum Ira, Danna Harly, kepada media pada Selasa (15/4/2025).
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dandan Hindayana, memberikan tanggapan singkat mengenai kasus ini. "Masalah internal mitra," ucapnya. Ia menambahkan bahwa pihak BGN telah memulai proses mediasi sejak hari sebelumnya.
Sementara itu, Ira berharap BGN melakukan evaluasi menyeluruh terhadap yayasan dan SPPG yang terlibat, serta memberikan perlindungan bagi para mitra dapur. “Saya masih ingin terus berpartisipasi dalam program ini karena kontrak saya lima tahun, tetapi saya ingin ada kejelasan, keadilan, dan perlindungan hukum,” katanya.
Awal Mula Perselisihan
Kuasa hukum Ira, Danna Harly, menjelaskan bahwa konflik bermula pada Senin (24/3/2025), saat Ira menemukan ketidaksesuaian dalam anggaran makanan untuk kelompok pendidikan PAUD, TK, RA, hingga SD. Dalam kontrak tertulis harga satu porsi makanan sebesar Rp 15.000, namun dalam pelaksanaannya, sebagian dana dialihkan sehingga hanya menjadi Rp 13.000 per porsi.
Selain itu, dari total nilai per porsi, Ira masih mengalami potongan sebesar Rp 2.500. Artinya, ia hanya menerima Rp 12.500 atau bahkan Rp 10.500 per porsi setelah dipotong. Padahal, menurut Danna, pihak yayasan sudah mengetahui adanya perbedaan anggaran tersebut sejak sebelum kontrak diteken, tepatnya pada Desember 2024.
Meski begitu, BGN mengklaim telah mentransfer dana sebesar Rp 386.500.000 kepada pihak yayasan. Saat Ira menagih pembayaran, yayasan berdalih bahwa Ira masih memiliki kewajiban sebesar Rp 45.314.249 untuk menutup pengeluaran di lapangan. Padahal, Ira telah menanggung seluruh biaya operasional, mulai dari bahan makanan, sewa tempat, listrik, kendaraan, alat masak, hingga gaji juru masak.
Saat memasuki tahap kedua pencairan, Ira mengaku tidak mendapatkan pembayaran sama sekali. Karena tidak kunjung mendapat kejelasan dan keadilan, Ira memutuskan untuk menghentikan kerja sama dan membawa persoalan ini ke jalur hukum.
“Saya sudah melakukan somasi, menagih hak saya, bahkan menghubungi BGN, tapi belum ada penyelesaian. Karena itu, kami menempuh langkah hukum, baik melalui gugatan perdata maupun laporan pidana,” tegasnya.
0 Komentar