![]() |
pic : bigmall samarinda, (doc: kaltimkita.com) |
ringkasmedia.net - Daya beli masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) melemah akibat tekanan ekonomi dan kebijakan efisiensi, yang berdampak signifikan terhadap sektor ritel, khususnya pusat perbelanjaan.
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Kaltim menyebutkan bahwa terjadi pergeseran pola konsumsi masyarakat. Konsumen kini cenderung menahan pengeluaran untuk produk non-makanan dan minuman (non-F&B), seperti pakaian, sepatu, tas, dan aksesori. Pada Kuartal I 2025, penjualan di sektor ini menurun sekitar 2% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Ketua APPBI Kaltim, Aris Adriyanto, menjelaskan bahwa masyarakat kini lebih selektif dalam berbelanja, contohnya pembelian pakaian yang biasanya lima pasang kini hanya satu atau dua. Sebaliknya, sektor makanan dan minuman (F&B) justru mengalami pertumbuhan transaksi hingga 25%, karena daya tarik kuliner di mal menjadi alternatif hiburan yang terjangkau.
Tren ini menyebabkan perubahan dalam komposisi tenant di pusat perbelanjaan. Jika sebelumnya dominasi tenant berada pada sektor non-F&B (75%), kini proporsi tenant F&B meningkat hingga 45–50%. Penurunan tenant fesyen dan aksesori juga terjadi seiring dengan perubahan selera konsumen. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Kaltim, tetapi juga mencerminkan tren yang berkembang secara nasional.
Meski daya beli menurun, jumlah pengunjung mal justru meningkat, terutama di kota besar seperti Balikpapan dan Samarinda. Mal-mal seperti E-Walk, Big Mall, dan Plaza Balikpapan menjadi destinasi utama warga yang tidak bepergian saat libur Lebaran. Kegiatan hiburan seperti pertunjukan sulap turut mendorong kenaikan kunjungan.
Di Plaza Balikpapan, misalnya, jumlah pengunjung pada hari biasa mencapai 16.000–18.000 orang, dan melonjak menjadi 33.000–42.000 saat akhir pekan. E-Walk dan Big Mall bahkan mencatatkan kunjungan hingga dua kali lipat lebih tinggi. Acara-acara tematik serta program belanja dengan berbagai gimmick kreatif seperti undian dan diskon musiman terbukti efektif menarik minat belanja.
Contohnya, Balikpapan Great Sale 2025 berhasil meraih transaksi lebih dari Rp 4 miliar, menunjukkan daya beli tetap bisa dioptimalkan jika didorong dengan strategi yang menarik.
Untuk menghadapi tantangan ini, pengelola mal menerapkan berbagai langkah adaptif:
-
Meningkatkan kreativitas event dan program belanja, tidak hanya mengandalkan diskon, tetapi juga menghadirkan pengalaman belanja yang menyenangkan dan interaktif.
-
Memperluas sektor F&B dan menggandeng UMKM lokal, mengikuti tren peningkatan konsumsi kuliner dan mendukung pelaku usaha kecil dalam berbagai event.
-
Menyesuaikan penawaran dengan selera konsumen, terutama dalam sektor fesyen dengan menggencarkan promosi melalui media sosial.
-
Mengembangkan konsep mal baru, seperti yang dilakukan APL dengan merancang pusat belanja segmen menengah ke atas, menghadirkan merek global untuk menarik kelas menengah yang stabil secara ekonomi.
Meskipun pelemahan daya beli menjadi tantangan besar, Kaltim masih menyimpan peluang, terutama dengan adanya proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Aris menyebut bahwa pertumbuhan penduduk, kehadiran merek ternama, dan optimisme dari pelaku usaha menjadikan Balikpapan tetap prospektif.
Namun, tantangan lain seperti persaingan antar-mal dan operasional yang belum seimbang harus dihadapi dengan strategi yang lebih agresif, seperti memperbaiki akses, mengubah persepsi pasar tradisional, dan memperkuat daya tarik melalui event rutin.
0 Komentar