ringkasmedia.net, kutim - Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) terus memperluas pelaksanaan Cara Pelayanan Jemput Bola Warga Belajar (Cap Jempol) sebagai langkah konkret mengatasi Anak Tidak Sekolah (ATS) dan mempercepat pemerataan layanan pendidikan.
Ardiansyah menyampaikan bahwa Cap Jempol bukan sekadar layanan pendidikan nonformal, tetapi mekanisme intervensi langsung untuk mencari anak usia sekolah yang belum bersekolah atau putus sekolah.
Ia menekankan bahwa keberhasilan program sangat bergantung pada keaktifan petugas di lapangan.
“Tidak ada anak Kutim yang boleh ketinggalan belajar serta Petugas Cap Jempol harus turun langsung dari rumah ke rumah,” tegas Ardiansyah, Minggu (23/11/25).
Cap Jempol diarahkan untuk menjangkau seluruh wilayah, terutama daerah yang jauh dari satuan pendidikan atau yang memiliki tingkat ATS cukup tinggi.
Melalui layanan ini, pemerintah akan mendampingi anak untuk memperoleh pembelajaran sesuai jenjang usia, baik kembali ke sekolah formal maupun mengikuti jalur pendidikan nonformal.
Seluruh proses Cap Jempol, mulai dari pendataan, asesmen, hingga layanan pembelajaran, dipastikan gratis, sehingga tidak ada kendala biaya yang menjadi penghalang bagi anak untuk kembali bersekolah.
Pemerintah juga memastikan penyediaan modul pembelajaran dan tenaga pendamping di setiap wilayah pelaksanaan.
Ardiansyah menegaskan bahwa keberhasilan Cap Jempol hanya dapat dicapai melalui kolaborasi dengan RT, pemerintah desa, OPD, dan tokoh masyarakat.
Ia meminta setiap ketua RT melaporkan keberadaan anak usia sekolah yang tidak bersekolah secara berkala kepada Dinas Pendidikan.
Program Cap Jempol juga menjadi alat untuk menyempurnakan basis data pendidikan daerah.
Banyak kasus ATS ditemukan bukan karena anak menolak sekolah, melainkan akibat mobilitas orang tua atau kesalahan administrasi kependudukan.
Melalui jemput bola pendidikan, data tersebut dapat diperbarui di lapangan secara cepat.
Dengan penguatan sistem pelacakan, pendampingan, dan pembelajaran langsung, Pemkab Kutim menargetkan penyusutan signifikan angka ATS dalam satu tahun berjalan.
Ardiansyah berharap seluruh pihak menyadari bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah dan pemerintah, tetapi juga keluarga serta lingkungan sosial.
“Kalau seluruh unsur bergerak bersama, tidak akan ada lagi anak di Kutim yang hilang dari pendidikan,” ujar Ardiansyah.
Pemerintah daerah optimistis, perluasan Cap Jempol akan membangun ekosistem pendidikan inklusif dan memastikan setiap anak menerima hak belajar tanpa terkecuali.(ADV)

0 Komentar